Saturday, August 3, 2019

Cerita Dewasa - ibu Tiri Ku yang Haus akan Sex

Cerita Dewasa - ibu Tiri Ku yang Haus akan Sex 



Cerita Dewasa -  Sudah dua tahun sejak kepergian ibunya karena kecelakaan mobil.

Sekarang Ivan hanya hidup dengan ayahnya, Priambodo. Dulu saat masih

ada ibunya, ia tinggal di Jakarta. Tapi, saat ibunya meninggal, ia pindah

ke Surabaya karena ayahnya mempunyai perusahaan lagi disana.

Ivan sangat sedih saat melihat ayahnya menjadi sering tidak makan

gara-gara rindu dengan ibunya. Karena itulah, saat ayahnya bilang kalau

akan menikah lagi, dia tidak keberatan. Apalagi, kata ayahnya, ibu tirinya

nanti masih muda, sekitar 25 tahun, tidak terpaut jauh dengan Ivan yang

masih 20 tahun. Orangnya juga cantik dan baik, Ivan pasti suka. Ivan jadi

teringat dengan ibunya.

“Hei, Van!” teriak Limin, membuat Ivan sadar dari lamunan. “Kau ini

memikirkan apa sih?” tanya sahabatnya ini. Ivan hanya diam saja. ”Masih

memikirkan ibumu? Sudahlah, dia sudah tenang di atas sana.” ucap Limin

sambil menepuk bahu sang sahabat.

“Tidak,” jawab Ivan sambil tersenyum tipis. Lalu pergi ke kelas

bersama Limin lewat lapangan. Sampai di kelas, mereka duduk di tempat

biasanya dan memulai pelajaran.

***

Jam 4 sore, pelajaran Ivan selesai. Hari-hari biasa, setiap pulang

dari sekolah, dia akan mampir ke suatu tempat untuk berkumpul dengan

teman-teman lainnya. Tapi hari ini, Ivan memilih untuk langsung pulang

karena akan ada ibu baru di rumahnya.

“Van, kamu gak mampir dulu ke tempat si Jaka?” tanya Limin.

“Enggak ah, aku ingin pulang saja.” ucap Ivan sambil memakai helm.

”Ya sudah, aku duluan.” ucap Limin lalu pergi.

Begitu Limin pergi, Ivan langsung beranjak pulang. Sampai di rumah,

pintu sudah dibuka oleh seseorang dari dalam. “Hmm, kamu pasti Ivan?”

ucap perempuan itu, senyum terkembang di bibirnya yang tipis.

”Mm, ya… kamu siapa?” tanya Ivan balik. Perempuan itu sangat

cantik, secantik bidadari.

“Ahh, kamu sudah pulang, Van. Kenalkan, ini ibu barumu.” ucap

Priambodo yang sedang duduk di sofa sambil menonton teve.

”Apa kabar, Van. Aku ibu barumu.” ucap perempuan yang ternyata

bernama Echa itu sambil menyalaminya.

Ivan melihat Echa dengan bingung. Dia bingung karena melihat Echa

yang masih sangat muda.

”Kenapa, Van? Apa kamu nggak suka kalau aku jadi ibu barumu?”

tanya Echa dengan wajah sedih.

“E-enggak.. hanya saja, kamu begitu muda. Aku jadi bingung.” ucap

Ivan.

”Oh, hahaha.. aku memang awet muda, padahal umurku sudah 25

tahun.” ucap Echa. Dia bisa mengerti, Ivan pasti menyangka umurnya

masih belasan.

“Ohh, kalau begitu, aku duluan ke atas saja.” ucap Ivan untuk

menutupi kegugupannya. Tak menyangka kalau ibu tirinya akan begini

cantik dan seksi.

“Tidak makan dulu, Van?” tanya Echa khawatir.

”Enggak, aku sudah makan.” ucap Ivan tanpa menoleh ke arah Echa.

“Hmm.. sepertinya, dia tidak menyukaiku.” ucap Echa sedih.

”Tak apa, beri dia waktu. Mungkin dia masih merindukan ibunya.”

ucap Priambodo sambil mengelus pelan bokong bulat Echa.

Echa menolak dengan halus saat merasakan jemari sang suami

mulai bermain-main di atas gundukan kemaluannya. ”Jangan, Sayang.

Aku harus memasak.” dia menepisnya dan segera berlalu menuju dapur.

Priambodo menghela nafas, memandangi tonjolan burungnya yang

sudah mengeras kencang. Dia sudah sangat bernafsu sekarang. Inginnya

setelah tiba di rumah, dia langsung menyetubuhi Echa, tapi Echa malah

ingin kenalan dulu dengan Ivan. Dan sekarang, wanita cantik itu malah

sibuk memasak. Hah, dasar apes!

Tak kuat menahan birahi, Priambodo menyusul sang istri ke dapur.

”Masak apa?” tanyanya

“Ini, sop sama udang goreng,” Echa mengusap keringat yang mulai

menetes di dahinya. Tangannya yang lentik sudah kelihatan belepotan

oleh berbagai macam bumbu yang sedang diraciknya. Kelihatan sekali

kalau dia tidak pernah kerja sekeras ini.

”Jangan dipaksakan, sayang. Kita bisa beli makan di luar.” Tak

berkedip Priambodo memandangi tubuh langsing Echa yang hanya dibalut

daster putih tipis, tidak ketat memang, tapi cukup mencetak bentuk

pantat dan pinggulnya yang besar. Garis celana dalam Echa juga kelihatan

kalau wanita itu sedang membungkukkan badannya.

“Ah, seksi sekali.” pikir Priambodo kotor, makin tak tahan.

Saat itulah, tiba-tiba kran air di cucian piring copot dari tempatnya.

Otomatis airnya langsung menyembur dengan derasnya mengenai tubuh

Echa yang kebetulan ada di depannya.

“Auw! Aduh.. tolong aku. Gimana ini?!” teriaknya dengan panik,

tangannya berusaha menutupi saluran air yang menyembur deras.

Sekejap saja, daster Echa yang tipis sudah basah kuyup, memperlihatkan

pantat dan payudaranya yang cukup besar. Garis celana dalamnya juga

terlihat lebih jelas.

Dengan tergesa-gesa, tanpa berpikir, Priambodo segera mendekat

dan membantu Echa memegangi saluran air itu. Akibatnya, posisi

tubuhnya jadi seperti memeluk tubuh Echa dari belakang. Kontolnya yang

masih ngaceng tepat mengenai belahan pantat istrinya yang sekal.

Keadaan ini membuat nafsu Priambodo jadi bangkit lagi. Bahkan

sekarang jadi lebih liar.

”Aduh, gimana ini?” tanya Echa tanpa bisa bergerak.

“Duh gimana ya, aku juga bingung.” Priambodo mengulur waktu. Saat

itu, karena gesekan-gesekan yang berlebihan di kontolnya, dia jadi tidak

bisa menahan gairahnya lagi. Pelan-pelan Priambodo melepas satu

tangannya dan tanpa sepengetahuan Echa, mulai mencopot celana berikut

CD-nya. Memang agak susah, tapi akhirnya dia berhasi. Dan dengan tetap

pada posisi semula, kini bagian bawah tubuh Priambodo sudah tidak

tertutup apa-apa lagi. Penisnya yang tidak begitu besar terlihat tegak

menantang.

“Pegang dulu, kucarikan penutup.” Kini niatnya sudah tidak bisa

ditahan lagi. Kalau Echa masih menolaknya, dia akan memaksa.

Memerkosanya juga kalau memang perlu.

Pelan-pelan Priambodo melepas pegangannya di kran air dan...

dengan

secepat kilat menyingkap daster Echa ke atas, kemudian secepat kilat

juga berusaha untuk melorotkan celana dalam gadis cantik itu yang entah

warnanya apa. Karena sudah basah kuyup oleh air, warna aslinya jadi

tersamarkan.

“Eh.. apa-apan ini?!” Echa menjerit, tapi tidak bisa berbuat apa-apa

karena sibuk memegangi kran air. ”Auw! Ahhhh...” dia merintih saat

Priambodo mulai jongkok dan menyibakkan pantatnya yang besar untuk

mencari liang senggamanya. Laki-laki itu mendekatkan kepalanya,

menjulurkan lidah, dan segera menjilatinya saat sudah mencapai lubang

vagina Echa yang masih perawan.

“Auwchh.. ahh..” jilatan sang suami membuat Echa bergetar tanpa

bisa beranjak dari tempatnya semula. Kalau bergerak, air pasti akan

menyembur lagi. Echa tidak mau membuat dapur ini jadi kotor.

Lidah Priambodo semakin leluasa merasakan aroma vagina sang

istri. Semakin ke dalam, semakin keras juga teriakan Echa. Sekarang,

sudah tidak ada lagi penolakan darinya, yang ada kepala Echa mulai

menggeleng-geleng tak karuan. Terlihat sangat menikmati sekali jilatan

Priambodo pada lubang vaginanya.

Priambodo sendiri terus menggerakkan lidahnya, mencari klitoris

Echa yang amat mungil, memang agak sulit, tapi setelah didapat, dia

segera menghisapnya habis. Dua jarinya juga ikut menusuk masuk, tapi

segera ia tarik kembali karena tidak ingin memecah keperawanan Echa

pakai jari. Ia ingin menggunakan penisnya untuk membelah ’duren’ itu!

Saat jumlah lendir yang keluar dari liang senggama Echa sudah tak

terkira, Priambodo segera berdiri. Ia siapkan senjatanya yang sudah

mengacung keras. Dengan dua tangan, dia coba menyibakkan kedua

belahan pantat sang istri sambil mendekatkan batang kontolnya ke vagina

Echa yang terlihat merah menyala. Priambodo mendorongnya sedikit demi

sedikit. Begitu sudah betul-betul tepat di mulut rahim wanita cantik itu,

tanpa ba-bi-bu, langsung dilesakkannya dengan kasar.

Jlebb!

Meleot! Tidak bisa masuk.

Didorongnya lagi. Sama. Juga meleyot!

Dicoba berkali-kali juga sama, penis Priambodo tidak bisa menembus

lubang senggama Echa. Jangankan batangnya, kepalanya saja tidak bisa

masuk. Priambodo jadi frustasi. Apa ada yang salah ya? Apa batangnya

kurang keras? Padahal dia sudah sangat bernafsu sekali saat ini.

“Ayo, Sayang! Aku sudah siap!” Echa menggerak-gerakkan pinggulnya,

meminta Priambodo agar segera memasuki dirinya. Tapi apa daya, laki-

laki itu tidak bisa melakukannya.

Bahkan saat dicoba untuk yang ke sekian kalinya, bukan batangnya

yang masuk, malah spermanya yang moncrot duluan. Priambodo

ejakulasi. Bergesekan dengan bibir vagina Echa saja sudah membuat dia

orgasme!

”Maafkan aku, Sayang.” Priambodo berkata penuh sesal. Sperma

masih menetes-netes dari ujung penisnya yang mulai mengkerut.

”Tidak apa-apa,” Echa membenahi lagi bajunya. Membiarkan air dari

kran menyembur membasahi lantai dapur. ”Mungkin nanti malam.”

”Iya, tadi aku terlalu bernafsu.” kata Priambodo malu.

***

Tapi malamnya, hal yang sama tetap terjadi. Priambodo gagal

memperawani Echa. Alih-alih menyetubuhi istrinya yang cantik itu, melihat

tubuh Echa yang telanjang saja sudah membuatnya orgasme. Apalagi

dibelai dan dikocok, dia benar-benar tak tahan.

Itulah kenapa, sampai seminggu setelah perkawinan mereka, Echa

masih perawan. Echa jadi uring-uringan karenanya. Dia yang sudah sangat

ingin merasakan indahnya malam pertama, malah tidak bisa

mendapatkannya dari sang suami.

”Aku juga tidak ingin begini, Sayang.” Priambodo mencoba merayu.

Penisnya mulai meringkuk setelah pertempuran yang tidak sampai 1

menit. Benar-benar payah!

”...” tidak menjawab, Echa berlalu meninggalkan kamar pengantinnya.

”Kamu mau kemana, sayang?” Priambodo ingin menyusulnya, tapi dia

sudah keburu ambruk kembali ke ranjang, kelelahan.

Echa berjalan pelan melalui lorong ruang tengah. Tubuhnya yang

telanjang cuma ia balut baju tidur tipis. Gadis itu haus, ia ingin pergi ke

dapur untuk minum. Saat itulah, di depan kamar mandi, Echa melihat Ivan

yang sedang kencing berdiri tanpa menutup pintu. Yang membuatnya

tertegun adalah kemaluan bocah lelaki itu. Luar biasa besar, juga panjang.

Padahal benda itu masih belum ngaceng benar, masih agak lembek dan

menggantung. Kalau ’tidurnya’ saja seperti, apalagi ’bangunnya’... Echa

kesulitan menelan ludah membayangkannya.

Dia masih termangu saat Ivan menengok keluar dan tersenyum

melihatnya yang sedang mengamati. Seperti disengaja, Ivan malah

menggoyang-goyangkan penisnya, seperti ingin memamerkannya.

Echa yang merasa kepergok, segera melengos cepat. Dia malu dikira

sengaja melihat. Buru-buru dia mengambil segelas air dan kembali ke

kamar. Setelah menegaknya separuh, Echa berusaha untuk kembali tidur.

Tapi... pikirannya terus melayang-layang. Terbayang penis Ivan yang besar

dan panjang. Dia jadi resah, perasaannya gelisah. Echa tak mampu

menghilangkan ingatannya pada apa yang baru saja disaksikannya.

Bayangan akan seandainya kemaluan besar itu menembus vaginanya

terus mengejar pikirannya. Jantung Echa berdegup kencang dan cepat.

Dia terangsang! Ahhhh...

***

Pagi harinya, Echa terbangun oleh jilatan Priambodo pada

payudaranya. Sebenarnya dia malas untuk melayani laki-laki itu, takut

kecewa dan tidak terpuaskan seperti biasanya. Tapi, karena diserang

terus-menerus, Echa akhirnya tak tahan juga. Dia bangun dan dilayaninya

nafsu sang suami. Didorongnya Priambodo hingga telentang di ranjang,

lalu dengan penuh nafsu, dikulumnya penis laki-laki itu.

Priambodo menggeram dan menyemburkan spermanya, padahal baru

juga 5 jilatan. Dia benar-benar payah. Menyumpah-nyumpah, Echa

meludahkan sperma yang masuk ke dalam mulutnya.

”Sayang...” gadis itu merajuk, meminta Priambodo agar bisa bertahan

sedikit lebih lama. ”Aku kan juga pengen enak.” katanya.

Priambodo tertawa dan mengecup mesra pipi mulus Echa, ”Aku

harus ke kantor,” laki-laki itu lalu beranjak pergi ke kamar mandi,

meninggalkan Echa di ranjang sendirian, merenungi gairahnya yang

menggantung tak karuan.

***

Di meja makan, saat sarapan, Echa dan Ivan tidak saling berbicara.

Mereka sama-sama sungkan dengan peristiwa tadi malam. Echa bisa

menebak kalau Ivan juga tidak bisa tidur semalam, terlihat dari kantung

matanya yang tampak tebal. Apakah dia membayangkanku? batin Echa.

Itu bisa saja karena sampai sekarang, Ivan masih saja memanggil

Echa dengan sebutan ’tante’, bukan ’mama’ apalagi ’ibu’. Echa jadi sangat

sedih karena Ivan tidak menganggapnya sebagai ibunya sendiri, tapi juga

gembira karena dengan begitu, terbuka kesempatan untuk ’menggoda’

bocah itu. Apalagi Echa melihat, Ivan memandangnya tidak dengan

hormat, tapi dengan nafsu. Nafsu seorang remaja pada wanita dewasa.

***

Rumah sepi. Priambodo kerja, sedang Ivan ke sekolah. Untuk

mengisi waktu, Echa memutuskan untuk bersih-bersih rumah saja.

Sasaran pertamanya adalah kamar Ivan, ruangan paling acak-acakan di

rumah ini.

Film Bokep   -  Dipungutinya kertas yang berserakan. Juga kaos dan celana yang

menumpuk jadi satu di keranjang. Echa berniat untuk mencucinya. Saat

itulah, saat memegang kain segitiga berwarna merah –celana dalam

Ivan– dirasakannya ada cairan yang sedikit lengket. Echa

memperhatikannya lebih telita lagi: bening, lengket dan sedikit amis. Itu

sperma! Echa memegang sperma Ivan! Tidak salah lagi.

”Aaah...” menjerit, Echa melempar celana dalam itu jauh-jauh.

Badannya gemetar, sementara kepalanya mulai pusing.

Kapan Ivan mengeluarkan sperma itu? Apakah tadi malam, setelah

Ivan bertemu dengan dirinya di dapur? Sepertinya begitu. Karena sperma

itu sudah agak kering sekarang. Berarti...

Echa kaget, sekaligus senang. Ivan birahi pada dirinya. Itu sudah

pasti.

***

Seperti malam-malam sebelumnya, Priambodo juga mencoba untuk

memperawani Echa malam ini. Dibukanya BH gadis cantik itu hingga

tertampanglah dua gundukan punya Echa yang cukup besar dan kenyal.

Juga celana dalamnya hingga Echa full telanjang sekarang. Penuh nafsu,

Priambodo segera mengemut dan menjilat payudara sang istri.

”Ahhh…” Echa merintih dan menggelinjang. Apalagi sambil menjilat,

Priambodo juga mengusap-usapkan 3 jarinya ke bibir vagina Echa yang

terasa sudah mulai basah.

”Aahh.. berhenti.. geliii...” ucap Echa sambil mencengkramkan

tangannya keras-keras ke penis Priambodo yang mungil. Beda sekali

dengan punya anaknya, batin Echa dalam hati.

Priambodo terus mengusap-usap vagina itu hingga ia akhirnya tak

tahan. ”Hisap, Sayang!” disuruhnya Echa untuk mengulum penisnya

sebentar. ”S-sudah, nanti aku tak tahan.” dia tak mau orgasme duluan di

bibir manis sang istri.

Echa segera mengangkangkan kakinya lebar-lebar, siap menerima

tusukan sang suami. Priambodo menyiapkan penisnya dan... menusuk!

Gagal! Penisnya tidak mau masuk. Vagina Echa seperti tertutup,

menolaknya.

”Coba lagi, Sayang.” Echa meminta. Dia membuka kakinya lebih

lebar.

Priambodo mendorong lagi, lebih keras dan kuat. Jlebbb!! Ahh,

ujungnya sudah menempel. Tepat di mulut liang senggama Echa. Rasanya

begitu hangat dan nikmat. Hingga tak lama... Croot! Croot! Croott! Belum

sempat Priambodo menggoyang tubuhnya, spermanya sudah menyemprot

duluan.

”Ahh,” Echa mengeluh kecewa. Dia segera menyelubungi tubuhnya

dengan selimut dan tidur dengan membelakangi sang suami.

***

Hari masih gelap ketika Ivan bangun pagi itu. Tidak biasanya dia

bangun sepagi ini kalau tidak karena kebelet pipis. Dia segera pergi ke

kamar mandi. Tapi sampai disana, ternyata sudah ada orang. Echa, ibu

tirinya, sedang mandi.

Ivan berdiri diam tanpa suara di depan kamar mandi, mendengar

suara air jatuh di lantai dari dalam sana. Dia tahu Echa sedang

mengguyur tubuhnya yang telanjang sekarang, menyabuni lekuk tubuh

yang aduhai itu, payudaranya... selangkangannya... uhh, Ivan jadi tak

tahan.

Pelan-pelan, ia melangkah untuk mengintip dari celah pintu yang

tidak tertutup sempurna. Mungkin Echa tidak menyangka kalau Ivan akan

bangun sepagi ini sehingga seperti biasa, dia tidak rapat menutup pintu.

Jantung Ivan berdegup begitu kencang ketika matanya mulai melihat jelas

ke dalam kamar mandi.

Ya Tuhan... dia nyaris tak percaya dengan penglihatannya.

Menyamping dari arahnya, tubuh Echa telanjang bulat, dengan payudara

yang tumbuh besar bergayut indah. Air membasahi kulit dewasanya,

membuatnya terlihat segar dan... ahh, pantatnya begitu padat.

Echa bersenandung lirih, tak menyadari sang anak tiri sedang

memperhatikan seluruh gerakannya, menatap setiap lekuk daging

tubuhnya. Kemaluan Ivan tegang bukan main, mengeras berdenyut-denyut

kencang. Di dalam sana, Echa tengah menelusuri tubuh mulusnya dengan

sabun. Ivan terpaksa harus menelan ludah berulang-ulang saat melihat

sang ibu tiri yang masih sangat muda itu menyabuni payudaranya.

Bagaikan nonton film 3D, Ivan seperti bisa merasakan betapa kenyalnya

dua bukit daging itu.

Dan dia makin terbelalak saat Echa berbalik hendak menyimpan

sabun. Terlihat di selangkangan perempuan itu, bulu-bulu halus yang

tumbuh rapi di atas kemaluan yang merah merekah, benar-benar

menyempurnakan apa yang sudah ia lihat sebelumnya. Apalagi saat Echa

tiba-tiba menungging untuk mengambil sikat gigi yang jatuh di lantai.

Daging kemaluannya terlihat menyembul dari sela-sela pantatnya yang

bulat.

Ivan terhenyak. Dia sudah tak dapat menahan diri lagi.

Dicengkeramnya batang kemaluannya yang sudah mengeras kencang,

dan... ”Aaghhhh!” dikocoknya dengan penuh nafsu.

Di dalam, Echa sudah selesai mandi dan kini tengah mengeringkan

tubuh mulusnya dengan handuk. Ivan berkejaran dengan waktu. Dia harus

cepat. Untungnya, beberapa detik kemudian, dia sudah ejakulasi. Seluruh

hasrat dan nafsunya meledak di pagi yang dingin itu, spermanya

menyemprot begitu banyak di pintu kamar mandi.

Selesai memakai baju, Echa segera keluar dari kamar mandi. Di

depan pintu, dia hampir jatuh karena terpeleset cairan aneh. ”Apa ini?”

Echa memungutnya dan membauinya. Sperma, batinnya dalam hati. Tapi

sperma siapa?

Echa tidak tahu, kalau tak jauh dari situ, Ivan tengah sembunyi sambil

berusaha mengatur nafasnya yang memburu...

***

Pulang sekolah, Ivan nonton teve sendirian. Dia teringat saat di

sekolah tadi, dia tidak bisa konsentrasi selama jam pelajaran

berlangsung. Bayangan tubuh mulus Echa terus menganggu pikirannya.

Membuatnya jadi melamun dan akhirnya dihukum oleh guru.

Begitu juga dengan saat makan malam. Ketika Echa menawarinya,

”Kamu mau dada atau paha?” Ivan malah membayangkan dada Echa yang

bulat dan pahanya yang putih mulus. Uhh, sungguh terlalu.

“Ah, aku haus, mungkin ada es di kulkas.” ucap Ivan lalu beranjak ke

dapur.”Ah, ini dia.” dia mengambil segelas sirup dan langsung ingin

beranjak ke ruang tengah lagi.

Saat itulah, “Oohh.. Aahh.. Eeumm…m-masukiinn, Sayang…”

terdengar suara desahan dari kamar ayahnya, membuat Ivan

menghentikan langkahnya. Mengendap-endap, dia berbelok ke kamar itu

dan mengintip.

”Wew!” Ivan shock melihat apa yang ada di dalam sana, ayah dan ibu

tirinya sedang bermain seks. Mata Ivan seketika melotot melihat apa

yang mereka lakukan. Ia merasakan penisnya mulai menegang.

Ingin menikmati momen itu lebih nikmat, Ivan membuka celananya

dan mulai mengocok-ngocok penisnya. Di dalam, dilihatnya Priambodo,

sang ayah, berusaha berkali-kali memasukkan penisnya ke lubang

senggama Echa yang merah membara, tapi tidak pernah berhasil.

”Kurang keras,” Ivan mengomentari penis ayahnya yang tampak kecil

dan lembek. ”Tidak akan pernah bisa masuk kalau seperti itu.” tambahnya

lagi sambil mengocok penisnya semakin cepat.

Ivan tak peduli meski permainan ayah dan ibu tirinya tidak hot sama

sekali, yang penting ia bisa melihat tubuh mulus Echa dan menggunakan

tubuh itu sebagai fantasi onaninya.

Lima menit kemudian, “Aahh.. aku keluar...” desah Ivan saat

cairannya menyembur keluar. Dia mengatur nafasnya terlebih dahulu

sebelum mengambil tisu dan membersihkan spermanya yang berceceran

di lantai. Ivan tidak tahu kalau saat itu ada sepasang mata yang

mengamati tingkah lakunya dari dalam kamar.

***


Foto Bokep -  Sekitar pukul 5 sore, sesuai dengan kebiasaan harian, setelah beres-

beres rumah, Echa mandi. Baru saja mengguyur badannya, selintas ia

melihat kelebatan bayangan di celah pintu kamar mandi yang retak kecil.

Rasanya seperti ada yang mengintip. Siapa ya? Kalo suaminya, bukankah

lebih baik kalau langsung masuk saja. Apakah... Echa terhenyak. Ivan!

Pasti Ivan yang sekarang sedang berdiri di depan pintu itu.

Tapi anehnya, meski tahu kalau anak tirinya sedang mengintip, ia

tidak bisa marah. Echa malah meneruskan mandinya. Dan cenderung

ingin memamerkan tubuhnya. Bukankah Ivan sudah melihatnya telanjang

tadi siang, apa bedanya ditambah yang sekarang? Beraksi bak model,

Echa meliuk-liukkan tubuhnya, memberi Ivan pemandangan yang tidak

akan dilupakan pemuda itu seumur hidupnya.

Saat menyabuni payudaranya, Echa menghadap pintu. Begitu juga

saat ia membersihkan lubang vaginanya, Echa membiarkan Ivan

menikmatinya.

Selesai mandi, Echa melihat anak tirinya itu sedang duduk membaca

majalah, pura-pura tidak terjadi apa-apa. Tapi muka Ivan sudah memerah

bak kepiting rebus. Terkikik kegelian, Echa meneruskan langkahnya ke

kamar. Di depan cermin, ia menyisir rambut hitamnya yang lembut. Lagi-

lagi Echa merasa ada yang memperhatikannya dari balik pintu yang

memang sengaja tidak ia tutup. Makin nakal, Echa membuka lilitan

handuknya dan membiarkan Ivan memandangi tubuh telanjangnya

sepuasnya.

Ada sedikit kepuasan di hatinya melihat Ivan yang terus mengintip

tak bosan-bosan. Berarti anak itu suka pada dirinya. Ekspresi Ivan yang

terbengong-bengong di balik pintu bisa ia lihat dari cermin. Echa

tersenyum bahagia.

Selesai ganti baju, ia tidak menemukan Ivan di ruang tengah.

Penasaran kemana pemuda itu pergi, Echa mencari ke kamar. Mungkin

Ivan sedang main computer seperti biasa. Di luar pintu kamar, Echa

mendengar suara menderit-derit berulang-ulang. Dia jadi ingin tahu.

Dibukanya pintu yang tidak terkunci itu perlahan-lahan. Melalui celah

sempit, Echa mengintip.

”Oh, Tuhan,” dia memekik tertahan. Di dalam, dilihatnya Ivan sedang

duduk di depan komputer. Celana panjangnya telah turun dan teronggok di

lantai. Celana dalamnya juga tak tampak lagi. Ivan telanjang!

Mata pemuda itu tertutup rapat, nafasnya berat, dengan kaki

membuka, dan tangannya mencengkeram erat batang kemaluannya yang

tegak berdiri. Suara berderit terdengar karena irama tangan Ivan yang

mengocok batang keras itu cepat-cepat.

Selain milik Priambodo, Echa tidak pernah melihat lelaki telanjang

secara langsung. Dan tiba-tiba sekarang ia melihat pemuda ABG yang

sedang terangsang berat. Batang tegang Ivan yang keras itu tampak

panjang, kira-kira 12-13 cm dan berukuran langsing, bentuknya agak

melengkung sedikit, dengan warna kulit yang tampak kemerahan karena

Ivan berkulit putih. Kedua kantung telurnya tampak bersih dan tidak

berambut. Ada sedikit rambut halus dan jarang di daerah pubicnya. Echa

bisa melihat kepala batang Ivan berlumuran dengan air precum bening

dan tampak merah mengkilat.

Dari tempatnya mengintip, Echa bisa melihat sedikit pada layar

computer, ada gambar seorang perempuan yang sudah dewasa (ibu-ibu)

sedang melakukan oral sex mengisap penis pemuda lajang. Echa heran,

kenapa Ivan onani dengan melihat perempuan dewasa dan bukannya

perempuan muda. Saat itulah terbuka pikiran Echa; selama ini Ivan tidak

menyukai anak perempuan SMA karena dia lebih mengagumi perempuan

dewasa. Itulah sebabnya dia sangat memperhatikan Echa, ibu tirinya yang

masih perawan!

Terdengar oleh Echa, Ivan menggumam sambil terus meremas dan

mengocok-ngocok batangnya. Walau tidak jelas apa yang dibisikkan oleh

bocah itu, tapi sepertinya Ivan menggumam, “Auh... tante, jilat terus,

tante! Remas dan jilat, tante. Hisap sampai Ivan keluar!”

Echa merasa kurang pasti, tapi dia melihat pinggul Ivan mulai

bergerak naik turun di atas bangku yang ia duduki. Sebagai wanita

dewasa yang sudah bernah berhubungan badan, Echa tahu kalau Ivan

sudah hampir memuncratkan air maninya. Echa merasa sedikit tidak enak

hati mengintip semacam ini, tapi ia tidak sanggup untuk mengalihkan

pandangan matanya. Echa bahkan merasa daerah kemaluan di antara

kedua pahanya mulai berkedut-kedut dan rasa gatal mulai muncul di

daerah itu. Echa yakin, ada kebasahan disana.

Ivan mulai terdengar mengerang keras. bocah itu terus onani dan

berfantasi dengan bebas tanpa pernah menyangka kalau Echa sedang

menontonnya. Erangannya terdengar semakin jelas, “Ya, ya, tante... hisap

air maniku, tante... hisap kepala kontolku... hisap airnya… ahh…” Sambil

mengerang demikian, tiba-tiba sperma Ivan muncrat dan memancar deras

ke atas. Pancuran itu naik hingga mengenai muka dan dada Ivan.

Seumur-umur, Echa belum pernah melihat semprotan air mani yang

demikian kencang.

Menyaksikannya membuat Echa jadi panas dingin, kepalanya jadi

terasa mengambang, sementara vaginanya terus berdenyut-denyut untuk

memberinya rasa gatal yang amat nikmat. Echa juga merasa bagian

dalam lubang kenikmatannya mulai mengembun, makin menambah

kebasahannya yang sudah sangat parah.

Tak kuasa menahan birahi, tanpa sadar jari-jari Echa sudah

menyelinap masuk ke balik celana dalamnya. Dia mulai membelai-belai

lipatan bibir bawahnya, menyebarkan kebasahannya yang sudah sangat

lengket ke arah klitorisnya. Benda itu sudah terasa sangat gatal dan

sensitif. Echa segera menggaruknya. Sambil jari tengah menggosok-gosok

dan menekan celah bibir vaginanya, jempol Echa ikut mengusap-usap

tonjolan klitorisnya.

Birahinya jadi tak terbendung lagi. Kegatalan itu terus memuncak,

menimbulkan kenikmatan yang amat sangat di bagian dalam lubang

vaginanya. Echa terus onani sambil memandangi Ivan yang masih asyik

mengocok batang penisnya. Bau air mani terasa kuat menguar dari kamar

bocah itu. Puncak kenikmatan hampir diraih oleh Echa. Ia harus menutup

mulutnya dengan tangan kalau tidak mau erangan dan desisannya

didengar oleh Ivan.

Satu detik kemudian, ledakan nikmat itu melanda. Badan Echa

terkejang-kejang kaku sejenak menikmati terpaan rasa nikmat yang

bersumber dari dalam liang vaginanya. Rasa itu menyebar cepat ke

seluruh tubuhnya, memberikan rasa nyaman di hatinya. Terasa cairan

bening merembes keluar dari celah celana dalamnya. Ah, sungguh

kenikmatan yang sangat luar biasa.

Setelah merapikan bajunya, Echa buru-buru pergi meninggalkan

tempat itu. Ia masuk ke dalam kamarnya sendiri dan mengunci pintunya.

Berdiri di balik pintu, Echa berusaha untuk menenangkan diri. Wajah

cantiknya tampak pucat. Begitu juga dengan deru nafasnya, masih terasa

berat dan memburu. di bawah, terasa pangkal pahanya masih sedikit

lengket akibat cairan vaginanya yang sudah mulai mengering.

***

Esok paginya, Priambodo sudah pergi bekerja saat Echa pergi ke

kamar Ivan untuk membangunkan bocah itu. Hari ini Ivan memang dapat

jadwal sekolah agak siang.

“Ivan-ahh... bangunlah!” ucap Echa saat membuka pintu kamar Ivan.

”Waktunya se...” dia terkejut begitu melihat tubuh Ivan yang tidur

telanjang di atas ranjang, bocah itu hanya memakai celana pendek

selutut. Echa makin kaget saat mendapati tonjolan besar yang ada di

celana Ivan.

Echa jadi memikirkan yang tidak-tidak, terutama peristiwa kemarin.

Tanpa sadar, vaginanya jadi basah dan lengket. Menghela nafas, Echa

akhirnya mendekat dan jongkok di depan tonjolan besar di celana Ivan.

Dia elus perlahan ujung tonjolan itu. Saat melihat Ivan tidak bereaksi,

Echa memberanikan diri untuk membukanya. Penis Ivan langsung

meloncat keluar, sangat besar dan panjang sekali. Lebih besar dari punya

Priambodo.

Echa tersenyum dan membatin dalam hati, ”Ah, pasti akan nikmat

sekali saat masuk ke dalam vaginaku.” Dia mulai mengelus-elus

selangkangannya sambil terus memandangi batang coklat panjang itu.

Penis Ivan begitu menggoda, Echa ingin mencobanya, tak peduli meski

Ivan adalah anak tirinya sendiri. Dia mulai meremas-remas benda itu,

menggenggamnya begitu erat dan mesra.

”Eunhh... hhuuhh...” desah Ivan dalam tidurnya, mungkin dia

menganggap perlakuan Echa itu seperti mimpi.

Makin berani, Echa meremas-remas penis Ivan semakin kuat.

”Aahh... hhehhh... eummhh...” desah Ivan lagi, semakin terdengar

keras juga.

Echa mulai mengocok-ngocoknya pelan, membuat Ivan jadi

mengeluarkan desahan seksinya, ”Hhooahh... ohh… euhhh...”

Echa mengocok semakin cepat, dan kali ini mau tak mau membuat

Ivan jadi terbangun. Echa lekas menghentikan kegiatannya, sementara

Ivan sangat kaget dengan apa yang ia lihat; Echa, ibu tirinya yang seksi,

sekarang sedang memegangi penisnya dan mengocoknya lembut, persis

seperti apa yang ia bayangkan selama ini.

“T-tante? A-apa yang tante la-lakukan... hhaa?” tanya Ivan dengan

desahan tertahan.

“Aku hanya ingin bermain denganmu,” jawab Echa santai dan

langsung mengemut penis Ivan.

“Ahh… hoohh... b-berhenti...” desah Ivan sambil meremas kasurnya.

Echa tidak menghiraukan perintah itu, dia terus menjilat dan

mengulum penis Ivan penuh nafsu. Sedikit lagi dia pasti akan terangsang,

pikir Echa.

Dan benar saja, beberapa detik kemudian. “Aahh… ohh... enaknya...

eumm...” erang Ivan tak jelas saat Echa memaju-mundurkan mulutnya

semakin cepat. Tak tahan, diapun bangkit dan langsung menyerang Echa.

Ivan menyergap dan menciumi vivir tipis Echa bertubi-tubi, dia juga

meremas-remas payudara ibu tirinya itu.

”Eeunhh... pelan-pelan, Vanhh!” desah Echa tertahan.

“Siapa suruh membuatku bernafsu?” ucap Ivan dan langsung

mencium mulut Echa sekali lagi. Dibukanya mulut perempuan cantik itu

dan dimasukkan lidahnya ke dalam mulut Echa. Dengan cepat lidah

mereka saling membelit dan seakan sedang menari saat bertarung untuk

memperebutkan air liur.

Ivan menjilat bibir Echa, lalu dibukanya baju ibu tirinya itu, diremasnya

payudara Echa yang bulat padat dengan lembut. ”Eeuhh... ohhh... ahhh...”

desah Echa tak karuan.

Tangan Ivan maju ke punggung Echa, dirabanya pengait bra wanita

cantik itu, dan ketemu. Dengan satu hentakan keras, bra itu terlepas. Ivan

meninggalkan mulut Echa dan ganti menjilati payudara Echa yang putih

mulus. Dimulai dari yang kanan, sambil menghisap dan menggigiti

putingnya, Ivan meremas-remas gundukan yang sebelah kiri. Begitu pula

sebaliknya, kedua daging kembar itu tak luput dari serbuan tangan dan

lidah Ivan, membuat Echa jadi mendesah-desah keenakan karenanya.

“Oohh... ahhh... Ivan, teruus!” desah Echa tak karuan, matanya sudah

terpejam, sementara tubuhnya menggelinjang kuat kesana-kemari.

Ivan terus menjilat puting Echa, diemutnya benda mungil kemerahan

itu dengan rakus dan dihisap-hisapnya kuat-kuat.

“Ahhh... ohhh… lebih keras, Van… aku suka!” desah Echa sambil

menekan kepala Ivan ke arah belahan buah dadanya.

Ivan terus menjilat payudara Echa, dia seperti kesetanan. Memang ini

yang ia inginkan dari dulu, dan begitu mendapatkannya, Ivan tidak akan

melepaskannya dengan mudah. Ia akan menikmatinya hingga capek dan

puas.

Sepuluh menit berlalu. Setelah payudara Echa berubah warna menjadi

kemerahan akibat cupangannya, barulah Ivan turun ke bawah. Dielusnya

vagina Echa dari luar celana dalamnya. “Eeum... ohhh... ahhh...” desah

Echa kegelian.

Ivan segera membuka cd berenda merah itu hingga tertampanglah

vagina Echa yang putih bersih dengan sedikit bulu halus menghias di

bagian atasnya. Ivan jadi bengong sebentar melihat pemandangan indah

itu. Setelah tersadar, barulah dia memasukkan satu jarinya kesana, lalu

mulai menjelajahi liang vagina Echa dengan lembut.

“Aahh... hmmm... geli, Van!” desah Echa semakin keras saat Ivan

mulai mengocok liang vaginanya menggunakan dua jari. Malah bukan saja

mengocok, kini Ivan juga menunduk untuk menjilat dan membasahi benda

itu dengan mengemut klitorisnya penuh nafsu. Perbuatannya itu membuat

Echa jadi berteriak kesetanan.

”Ivan… ahhh... aku... a-aku keluuaarrgghhhhhhh!!!!” desah Echa

kencang saat cairan kenikmatannya menyembur keluar.

Sementara wanita itu menikmati orgasmenya, Ivan segera

menyiapkan penisnya, ia siap untuk menyetubuhi Echa, tapi masih

bingung bagaimana melakukannya, padahal dia sudah pernah menonton

film bokep.

“Kenapa hanya dilihat, cepat masukkan!!” ujar Echa tak sabar. Dia

segera memegang penis Ivan dan membimbingnya untuk memasuki liang

kemaluannya. ”Aarrgghh…” desah mereka bersamaan saat alat kelamin

mereka bertemu dan saling bertaut.

Tidak seperti Priambodo, dengan sekali dorong, Ivan bisa menerobos

selaput dara Echa. Ia berhasil memperawani ibu tirinya sendiri! Echa

merintih saat cairan merah merembes dari liang vaginanya, tapi ia sama

sekali tidak mengeluh. Justru ini yang ia cari selama perkawinannya

dengan Priambodo. Dan ternyata, Ivan lah yang bisa memberikannya.

Echa menahan nafas saat Ivan mulai menggenjot tubuhnya. ”Ahhh...

lebih cepat, Van... euumm… enak!” desah Echa seksi, membuat Ivan

makin mempercepat gerakannya. Bocah itu juga merasa nikmat, sama

sekali tidak menyangka bisa menyetubuhi ibu tirinya yang cantik dan seksi

ini.

”Aahh... Van, goyang terus… tusuk lebih dalam… lebih kuat… ahhh...”

erang Echa semakin tak jelas.

Gerakan Ivan menjadi semakin cepat, sampai kasurnya juga ikut

bergerak-gerak karena gaya permainan mereka. Ivan terus memaju-

mundurkan pinggulnya, sementara Echa ikut memutar-mutar bokongnya

untuk mengimbangi goyangan bocah itu.

“Ahhh... ahhh… ahhh... sempit sekali…” erang Ivan keenakan. Sambil

terus menggoyang, ia juga tak lupa menciumi dan meremas-remas

payudara Echa yang bulat seksi.

”Penismu juga sangat nikmat, Van...” erang Echa tak mau kalah.

Mereka terus berada dalam posisi seperti itu, hingga Echa merintih

tak lama kemudian, ”Ivan... aku keluar!!” desahnya dengan tubuh

kelojotan dan terkejang-kejang ebberapa kali.

“Aku juga, ahhh…” sahut Ivan dan, crrott... croott... croot... cairan

mereka saling menyemprot untuk bercampur dan meleleh menjadi satu.

”Aahhhhhhhh...!!!” teriak Echa penuh kepuasan. Setelah menunggu

selama ini, akhirnya ia merasakan juga nikmatnya persetubuhan.

“Terima kasih, Van, kamu sudah memuaskanku...” ucap Echa tulus.

”Tidak, akulah yang harus berterima kasih… Ibu!” ucap Ivan dengan

tersenyum lebar.

Mendengar itu, Echa jadi ikut tersenyum. Ia lalu bangun dan memeluk

Ivan. “Akhirnya kamu memanggilku ’ibu’ juga.” ucap Echa senang.

Ivan membalas pelukan perempuan cantik itu. “Ibu...” panggilnya.

”Hemm… apa?” tanya Echa.

”Aku lapar.” ucap Ivan lucu.

“Sekarang mandi lah. Ibu akan menyiapkan sarapan.” ucap Echa dan

berdiri. Dia mau keluar dari kamar tapi tangannya ditahan oleh Ivan.

“Mandi sama ibu!” ucap Ivan manja.

Echa hanya tersenyum melihat tingkah laku anak tirinya. ”Dasar

kamu ini.” ucapnya sambil tersenyum nakal dan meremas penis Ivan yang

masih melemas.

***

Malam harinya…

Dengan satu tusukan keras, Priambodo mendorong penisnya dan…

berhasil!! Ia sukses memperawani Echa, istri barunya. Tapi kok...

”Kenapa kamu tidak berteriak?” tanya Priambodo heran. Echa hanya

mengedikkan bahunya sebagai jawaban. Dan keheranan Priambodo

semakin menjadi-jadi saat memandang bagian bawah tubuh Echa.

”DARAH! MANA DARAH? KENAPA KAMU TIDAK BERDARAH?” teriak

Priambodo frustasi.

Di dalam kamarnya, Ivan mendengar teriakan itu sambil tertawa.

”Dasar laki-laki bodoh!!” umpatnya untuk sang ayah.



banner
Previous Post
Next Post

0 comments: